Dalam
demokrasi yang sedang kita jalani pada saat ini sering sekali di hadapkan pada
permasalahan-permasalahan yang berbanding terbalik dengan konsep demokrasi yang
sesungguh nya, di antaranya sering kita mendengar demokrasi hanya bisa di
mainkan atau di perankan bagi orang-orang yang mempunyai harta kekayaan yang
nilai nya tentu tidak bisa di hitung secara matematis. Sementara sebahagian
besar rakyat Indonesia adalah mereka-mereka rakyat kecil yang tidak bisa
memainkan peran demokrasi yang sesungguh nya, mereka (rakyat kecil) hanya alat
bagi segelintir orang-orang berkantong tebal untuk menggapai tujuan yang di
inginkan.
Terasa
miris ketika mendengar rakyat kecil hanya bisa berpikir untuk makan hari ini
dan esok hari tanpa pernah berpikir siapa yang akan menjadi wakil nya, siapa
yang menjadi pemimpin nya, hanya dengan sedikit uang dari para pelaku demokrasi
negeri ini sebahagian besar mereka rakyat kecil melakukan manuver politik
negatif yang mereka sendiri tidak akan pernah tahu telah melakukan itu, pemeran
demokrasi dengan mudah nya menggunakan logika mereka untuk menipu secara
terang-terangan kepada kaum awam, sejatinya para pemeran demokrasi lebih
mengutamakan memberikan penerangan, pencerahan kepada kaum awam tentang arti
demokrasi yang sesungguh nya, siapa lagi yang akan menjadi perantara tentang
arti demokrasi, pemeran demokrasi lebih menikmati kenyataan yang sedang melanda
negeri ini agar mereka tetap nyaman dengan jabatan yang telah memberikan
kenikmatan semu.
Rakyat
kecil yang merupakan “pemeran semu” dalam demokrasi hanya bisa di manfaatkan
oleh aktor-aktor intelektual pemeran demokrasi, kekuasaan menjadi tujuan mereka
untuk menaklukan keindahan duniawi dan seisinya, jabatan yang di terima dengan
proses demokrasi yang cukup melelahkan di sia-siakan dengan sejumlah
peluang-peluang untuk memperkaya diri dan memuaskan kebutuhan lahir dan bathin
nya, kenyataan yang ada mereka lupa akan tugas,fungsi dan amanah yang telah di
amanahkan kepadanya, kenikmatan membawanya kepada keindahan semu yang melupakan
janji-janji manis nya pada saat pesta demokrasi berlangsung, pesta telah usai
dan saat itulah mereka mengeluarkan segenap kemampuan untuk mengembalikan
pundi-pundi rupiah yang telah mereka keluarkan untuk “ pesta” yang telah
berlangsung.
Kekuasaan
telah di dapatkan, masih ingatkah mereka dengan para pemeran besar demokrasi
yang telah memberikan mereka kekuasaan, tidak, sebahagian besar mereka lupa,
mereka lebih mengutamakan kenikmatan nya, mereka lebih suka memperkaya diri dengan
kekuasaan yang mereka miliki mereka mampu mengambil hak-hak rakyat kecil,
melakukan mark up yang sangat merugikan Negara, korupsi cenderung lebih dekat
kepada mereka-mereka yang telah lupa akan amanah yang telah di berikan padanya.
Belajar
dari pengalaman pesta demokrasi yang telah berlangsung 5 tahun yang lalu, bukan
hanya sebuah wacana lebih kepada kenyataan yang melanda negeri ini, para
pemeran demokrasi yang telah menikmati semua fasilitas yang diberikan dengan
semena-mena melakukan tindak pidana korupsi, sebahagian besar para pelaku
merupakan para intelektual yang dengan sengaja ingin memperkaya diri dengan kekuasaan yang mereka dapatkan, bahkan
tidak sedikit dari mereka yang memperkaya diri dengan cara yang merugikan
negeri ini adalah para petinggi partai-partai politik yang telah melambungkan
namanya menjadi seorang politisi.
Korupsi
dan kekuasaan lebih identik melekat kepada mereka-mereka para wakil rakyat,
sehingga krisis kepercayaan melanda sebahagian besar mereka-mereka yang telah
ditipu pada saat pesta demokrasi berlangsung, sampai detik ini jelas masih
terlihat oleh kita siapa-siapa yang telah terbukti dan melakukan tindak pidana
korupsi, ya,mereka-mereka adalah wakil-wakil rakyat yang ingin memperkaya diri,
hanya kekuasaan sesaat yang mampu mereka dapatkan, inilah kenyataan demokrasi
negeri ini, masih adakah segelintir orang yang dengan segenap kemampuan nya
mampu menjalankan asa-asas demokrasi yang sesungguh nya, mungkin hanya waktu
yang mampu menjawab.
Oleh : Sepriano,S.Sos
Alumni STIA SS Muara Bungo 2011
Administrasi Negara